Arsip Kategori: Mozaik Perjalanan

Ziarah ka Gunung Hejo


“Ke sini diniatkan ziarah ya, Kang, tak boleh ada pamrih dan kepentingan lain, ” pesan Abah Mustofa, sang kuncen kepada saya, Kang Raihan Kamil Ghalib dan Kang Nurhadi Prasetyo

***

Sudah menjadi kultur luhur warga +62, di daerah yang sering terjadi laka lantas dan merenggut banyak nyawa selalu dikait-kaitkan dengan hal klenik dan mistis pada tempat sekitar yang dianggap wingit.

Salah satunya kecelakaan yang kerap terjadi di antara ruas Km 90 – Km 100 Tol Cikampek – Purwakarta – Padalarang alias Cipularang.

Masih terpatri di ingatan meningalnya istri pesohor Mas Jaipul Jamil, lalu belum lama ini kenahasan Bos Indomaret yang Hyundai Palisade -nya tertimpa truk petikemas, atau yang lebih tragis lagi ketika 21 kendaraan terlibat kecelakaan beruntun akibat sebuah dump truk hilang kendali yang menyebabkannya delapan orang menemui ajalnya pada September 2019, terjadi di jalur tengkorak sepanjang 10 kilometer ini.

Lalu segala kemalangan itu di-kambinghitam-kan pada keberadaan Gunung Hejo yang berada persis di samping tol penghubung letter ‘B’ – letter ‘D’ itu. Tepatnya di Km 96 + 200.

Gunung yang lebih mirip perbukitan ini dimitoskan sebagai salah satu lokasi kerajaan jin terbesar di tanah Jawa. Alhasil, Gunung Hejo dijadikan tempat ritual pemujaan dan pesugihan di kalangan masyarakat.

Bismillah…

Siang ini, kami bertiga menandangi Gunung Hejo. Sesuai wejangan Pak Kecrik, julukan Abah Mustofa. tak ada maksud kami neko-neko, hanya sekadar berziarah menghormati para leluhur.

Di puncaknya, terdapat petilasan yang dicirikan dengan seonggok batu yang dibungkus kain kafan. Konon, batu ini merupakan puser dayeuh, paku yang ditancapkan sebagai penutup lubang yang dalam.

Diyakini, petilasan itu adalah makam keramat raja-raja Pasundan tempo doeloe. Juga tempat Prabu Siliwangi, Prabu Kian Santang, Ki Buyut Sepuh, Raden Surya Kencana bertapa, bersemedi mencari wangsit.

Banyak kemudian yang berpendapat jika kecelakaan di titik ini disebabkan oleh makhluk tak kasat mata yang mengganggu para pengemudi.

Konon seringkali muncul mobil misterius yang selalu menyorotkan lampu kepada kendaraan di depannya, padahal saat dilihat lewat spion nihil.

Atau juga bau kemenyan yang semerbak tercium di hidung, efek gema mistis berupa keheningan suasana plus turbulensi angin di celah pegunungan yang dirasakan para pelintas tol sepanjang 54 kilo ini.

Disebut-sebut juga di kawasan angker ini terdapat poros gaib yang kerap meminta tumbal dari pengguna jalan.

Horor! 😢

Ceritanya, sesuai master plan konstruksi Tol Cipularang, gunung ini hendak diratakan untuk memperpendek bentang jalan. Namun setelah ada kasus pekerja kesurupan, alat-alat proyek tetiba rusak, akhirnya trace-nya dibelokkan seperti rute yang existing sekarang.

Kisah lain adalah perkara ingkar janji pihak kontraktor yang berencana membuat akses jalan menuju Gunung Hejo.

Namun janji tinggal janji, hingga jalan tol diresmikan, kontraktor tak membangunnya juga. Makhluk penunggu yang berwujud ular bertubuh manusia berjuluk Kamilin selanjutnya murka dan meminta tebusan nyawa.

Perihal peristiwa ganjil atau di luar nalar pasti ada. Namun penyebab kecelakaan yang paling logis adalah faktor driver, faktor kendaraan dan faktor jalan.

Pengemudi yang sehat dan senantiasa waspada, unit yang laik jalan serta kondisi jalan yang aman dilalui adalah penentu keselamatan.

Obstacle-nya, jalan ‘tax on location’ yang dimonumenkan sebagai ‘tugu peringatan’ KTT Asia Afrika ke-50 itu bertekstur gelombang, berkelak-kelok, banyak jembatan tinggi serta konturnya naik turun, dan treknya landai memanjang.

So, be alert on the road!

Jati Denok sing Deblong


Sebagai daerah vegetasi pohon jati dan penghasil kayu jati dengan grade tinggi, Kabupaten Blora memang fenomenal.

Pada 2007 silam, pernah muncul ‘ketakjuban’ ketika seorang pengusaha mebel asal Ngawi berani membeli satu pohon jati milik Perhutani dengan harga yang cukup ‘fantastico’.

Pohon jati yang berdiri tegak di petak 1.092 A Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Temengeng, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasar Sore, Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH Perum Perhutani Cepu, dimahar dengan harga satu miliar.

Dengan perkiraan usia 150 tahun, ukuran tinggi pohon 35 meter serta memiliki keliling batang 6,9 meter, konon menjadikannya kayu termahal di dunia.

Aku kira, itulah Tectona Grandis dengan dimensi paling gigantis di jagat raya ini. Tiada tanding tiada banding… 👍

Ternyata aku keliru. 😥

Dari literatur ‘foresty’ yang aku baca kemudian, ternyata ada pohon jati yang lebih ‘wow’ secara perwujudannya. Namanya jati denok.

Pohon yang ber-KTP di Dukuh Temanjang, Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, yang diperkirakan berusia 3,5 abad malah memiliki ukuran keliling bawah mencapai 8,39 meter, dengan ketinggian sekitar 36 meter. Amazing!

Warga setempat mempercayai mitos bahwa keberadaan jati denok mempunyai aura magis, keratonnya bangsa lelembut, serta kerapkali dimuliakan sebagai pepunden alias tempat sesajian. Hal takhayul demikian yang justru menjaga eksistensi jati ‘cantik’ (denok=cantik dan sintal) dari ulah tangan-tangan yang tak bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan.

Bila negeri Paman Sam boleh angkuh atas kepemilikan Jenderal Sherman, sebutan untuk pohon sequoia raksasa (usia 2.200 tahun dengan keliling pangkal 31 meter), ibu pertiwi tak usah minder. Kita juga sah-sah saja menepuk dada punya si denok, pohon jati tertua, terbesar serta terkeramat di seantero muka bumi. 🤗

Cisomang, Juaranya Jembatan Kereta Tertinggi Negeri +62


Ada dua hal yang bikin aku kagum saban nyepur relasi Jakarta – Bandung.

First, suguhan pemandangan alam Parahyangan. Paduan panorama antara bukit, lembah, jurang, kali, halimun, hutan, sawah dan kebun-kebun.

Yang kedua, konstruksi jembatan-jembatan kereta api nan kokoh menggantung di awang-awang.

Satu yang membuatku berdecak adalah Brug Cisomang.

Jembatan yang menyatukan perbatasan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat itu mencatat rekor sebagai ‘train bridge’ tertinggi di negeri +62 yang masih aktif dikaryakan. Elevasinya mencapai 100 m dari dasar sungai di bawahnya.

Wow kan!? 😱

Sebenarnya yang aku maksud di atas adalah Jembatan Cisomang generasi 3. Jembatan sepanjang 243 meter dan digarap oleh para ahli konstruksi dari Voesp MCE, Austria, baru digunakan pada tahun 2004. Profilnya berupa konstruksi rangka baja yang melengkung ke atas, dilengkapi jalan kecil pinggir rel sebagai jalur sepeda motor dan pejalan kaki.

Persis berhimpitan di sebelahnya, terdapat jembatan berkelir cokelat karat yang terlihat usang dan kusam. Ciri identitasnya adalah pilar besi baja yang menjulang tinggi dengan fondasi beton tertanam 3 m lebih di kedalaman tanah.

Hebatnya, Cisomang gen 2 ini telah berumur 72 tahun sebelum digantikan jembatan teranyar. Andai tidak ada penerapan sistem double track, barangkali bangunan peninggalan kolonial ini masih layak difungsikan.

Pertanyaannya, kalau cuma terlihat dua, di manakah gerangan jembatan generasi 1?

Perlu effort untuk mengulik keberadaannya. Setelah bertanya kepada warga, kami harus blusukan sekitar 400 m menjauh dari Jembatan Cisomang utama. Sayang, kami urung memperjuangkan lantaran hujan turun dengan derasnya.

Berdasar catatan sejarah, jembatan pertama yang dibangun pada 1894 hanya dioperasikan beberapa tahun saja. Kondisi tanah yang labil serta rawan longsor menyebabkan kereta api milik Staats Spoorwegen (SS) seringkali anjlok.

Jembatan ‘avant-garde’ yang terletak antara petak Stasiun Cisomang dan Stasiun Cikadongdong serta melayani akses layanan kereta Argo Wilis, Argo Parahyangan, Turangga, Mutiara Selatan, Malabar, Harina, Ciremai Express, Serayu, Lokal Cibatu, Lokal Bandung Raya, Parcel ONS serta Sepur Petikemas, merupakan rentetan bukti sejarah betapa hebatnya dunia transportasi ‘railway’ Indonesia.

Penjajah Belanda memang meninggalkan sejarah kelam bagi bumi pertiwi. Politik adu domba, tanam paksa, dan memelaratkan kaum inlander adalah kekejaman kemanusiaan selama 3 1/2 abad.

Namun, seamit-amitnya keburukan, ada sisi kebaikan yang di-legacy-kan. Salah satunya, ‘sinyo-sinyo’ itu mencetus dan merintis peradaban perkeretaapian di tanah nusantara.

Dan faedahnya bisa dinikmati oleh anak-anak miillenial macam Kang Raihan Kamil Ghalib , Kang Degis , Kang Dandy Chandra , Kang Muhammad Luthfy I serta Kang Nurhadi Prasetyo , bahkan hingga anak-cucu-buyut mereka mendatang.

Salam puongggs…. 👌

(ka)Mojang Priangan


“Om, yuk ke Kamojang,” sapa Kang Dhanny Jeh , si sahibulbait, menyambut bangun pagiku di sebuah penginapan daerah Cipanas, Garut.

Aku cuma tamu, terserah bagaimana tuan rumah menjamu. 🙏😃

***

Tersebutlah seorang Mojang atau gadis dalam Bahasa Sunda, yang berparas ayu jelita tinggal di sekitar kawah gunung api tua di daerah Priangan Tenggara bersama Abah dan Emaknya.

Karena kecantikannya pula, Si Mojang disukai oleh banyak lelaki tuna asmara. Hingga pada suatu ketika, orang tuanya hendak menikahkan putri kesayangannya dengan seorang pria paruh baya.

Namun demikian, Si Mojang tak mencintainya. Meski calonnya itu tajir, sultan dan mapan, namun dia hendak dijadikan istri kelima.

Nah loh…garangan nggragas ya cowoknya!? 😁

Oleh karena itu, Si Mojang memilih pergi minggat ketimbang remuk redam batinnya. Ia melarikan diri jauh ke dalam hutan, dan tak pernah ditemukan. Hilang dalam keabadian!

Sejak saat itulah, tempat moksanya si Mojang dinamai Kamojang.

😀

Kini, ‘si Mojang’ digarap oleh Indonesia Power feat Pertamina sebagai Pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) yang memanfaatkan tenaga panas bumi pertama di Indonesia.

BUMN ‘urusan setrum’ dan ‘urusan Pertalite’ itu tak perlu ‘kerja keras’ dan keluar bea produksi yang bengkak untuk menghasilkan listrik lantaran lapangan panas bumi Kamojang adalah terbaik sedunia. Kayak cintaku padamu, juga terbaik sedunia. 😍

Uap yang dihasilkannya berkategori VD alias Very Dry yang mana kadar air yang dikandungnya nyaris zero percent, super minim, sehingga dapat langsung diproses oleh perangkat turbin tanpa proses penyaringan senyawa H2O.

Awesome bukan Sumber Daya Alam kita!?

***

“Silahkan bertamu ke Kamojang, untuk tiga kepentingan. Berobat, bersenang-senang, berziarah. Tapi jangan untuk satu hal. Uang, pangkat dan jabatan,” tutur Abah Kokok, juru kunci dan tokoh spiritual setempat, yang kami sowani, memberikan wejangan.

Pyramid van Garut


Yang aku acung jempol dan bilang ‘salute’ pada tuan rumah, Kang Faridz Fauzi Abdullah, jiwa riding dan adventuring-nya senantiasa menyala. Cerita LDRan Cirebon – Garut pun dilakoni dengan memilih motoran.

“Menyalurkan hobi sambil blusukan ke pelosok-pelosok kampung, Mas,” bebernya.

So, bukanlah barang yang aneh, ketika aku rasan-rasan pengin explore wilayah Garut Timur, dia dengan antusias menyambut.

“Siap, Mas Didik, saya temanin kemana maunya, ” tandasnya.

***

Sadahurip.

Di awal 2010-an, nama Sadahurip sempat membikin geger jagat geologi serta arkeologi.

Pasalnya, muncul klaim bahwa ‘anak Galunggung ‘ ini sebenarnya piramida raksasa buatan manusia. Dan menurut taksiran mereka, umurnya lebih tua bangka ketimbang piramida Giza di Mesir, makam Firaun.

Teori konspirasi itu viral terkait dengan bentuk gunung yang tak lazim. Bukan kerucut, strato, perisai, maar, atau caldera, melainkan piramida.

Meski samar, memang terlihat penampakan Gunung Sadahurip berupa bujur sangkar persegi sebagai dasaran dengan empat sisi segitiga yang bertemu di puncak memformasi model limas, layaknya bentuk piramida.

Deduksi itu seakan mengamini kepercayaan warga setempat bahwasanya gunung yang berada di Kampung Cicapar, Pangatikan, ini menyimpan sejarah tingginya peradaban Sunda. Di dalamnya terdapat pintu masuk menuju bangunan piramida.

Keganjilan wujud Gunung Sadahurip makin ‘memedenkan’ dengan beredarnya cerita mistis di tengah masyarakat. Gunung purba dengan tinggi 1.700-an m ini tak pernah longsor meski tak banyak tanaman keras yang tumbuh di atasnya.

Mereka percaya, fenomena aneh tersebut karena adanya piramida yang bersemayam di dalamnya. Dan mereka tak berani menggali Sadahurip lebih lanjut sebab bakal ada kutukan bencana alam nan besar.

Namun, para pakar kegunungapian tetap berpendirian teguh pada kajian ilmiah. Keberadaan piramida hanyalah isapan jempol.

Berdasarkan uji carbon, Gunung Sadahurip diperkirakan berusia dua hingga lima juta tahun. Tak ada peradaan manusia yang semaju itu waktu itu untuk membangun sebuah piramida. Teknologi yang dikenal baru sebatas peralatan batu.

Sadahurip terbentuk akibat magma yang tidak meletus. Magma itu mendorong perut bumi, selanjutnya lava yang keluar membentuk permukaan bumi menyerupai gunung. Sealamiah itu dalam penelitian tim ahli.

Jadi, mana yang benar, Maszeh!?

Benarkan saja opiniku, bahwa Raja Firaun tidak dikuburkan di ‘Piramida Sadahurip’ ini.

😁