Feelingku mulai mengatakan ‘dia sedang tidak baik-baik saja’ sekira setahun yang lalu. Pelang nama kebesarannya, dengan pesan sponsor merek kue jenang khas Kota Kudus, Mubarok, ditake down. Diturunkan.
Lalu, monumen ikonik sebagai symbol identity tempat bersejarah itu, yakni armada V-Engine Gajah Kebayoran yang belasan tahun ‘storing’ di sisi timur pelataran, diangkut oleh empunya. Gagal jadi tugu abadi sebagai narasi kerasnya bisnis angkutan antar kota. Rabaanku, area seluas 1/2 ha sepertinya akan dikosongkan.
Disusul kemudian, secarik banner ditempel di pagar depan, bertulisan huruf kapital besar “DI JUAL, HUBUNGi : 08**.”
Aku kian menangkap pesan bahwa lonceng kematian resto pesisir nan penuh memorabilia itu tinggal menghitung hari.
***
“Sebentar ya, Om, saya tanya kantor dulu, armada via Rembang apa enggak. Soalnya tak lagi service di Mitra, Kragan. Sempat ada rencana pindah ke rumah makan di baratnya Mitra. Saya pastikan dulu ya!”
Jawaban Mbak Arlosa Tuban itu seakan menegaskan sinyalemenku. Tamat sudah riwayat rumah makan yang berdiri sejak awal 1980an. Ada getir, sedih, sentimen dan melow menyikapi undur dirinya. Dia salah satu figuran sejarah yang turut mengawal perkembangan moda bus malam jarak jauh di jalur utama Pantai Utara.
Karena side impact pembangunan Tol Trans Jawa kah?
“Om, pindah ke RM Tegal Mulyo,” tandas Arek Losari, Malang, itu kemudian.
Yah… wassalam Mitra!
Aku ikhlas kok kamu tutup pawon selamanya, Mit, tapi aku juga bersuka Kramat Djati memilih bermitra baru dengan rumah makan tetanggamu!
Beruntungnya aku pernah mengajak keluarga nge-lunch di sana. In my opinion sih oke secara citarasa, pepak secara menu, ramah secara pelayanan, modern secara bangunan, bersih secara cleanliness plus affordable secara harga.
Aku kasih nilai 69 dari skala 72.
Yang bikin aku terkesima, masakan orek/ kering tempenya tak kalah dengan Mitra. Gurih, crunchy, garing, ada sapuan manis khas gula jawa dan kombinasi rempahnya menyundul lidah. Swear!
“Sebenarnya bukan karena faktor Tol Trans Jawa, Mas Didik. Mitra tutup karena tak ada penerus yang mau melanjutkan usaha rumah makan tinggalan orang tuanya. Sementara ownernya sudah sepuh. Anak-anak lebih tertarik pada bisnis lain yang lebih menguntungkan,” jelas Sam Sidiq Cahyono , yang kebetulan armada besutannya, B 7691 TGC, kembali menjodohiku untuk kali ketiga.
“Padahal itu rumah makan legendaris, Mas Didik. Banyak pengusaha rumah makan yang belajar dari bos Indramayu, pemilik Mitra. Bukan hanya tata kelola dapur rumah makannya, cara memberikan service terbaik ke penumpang, namun juga melayani PO mitranya dalam menangani komplain, mengurus laka, tilang, dan masalah lain dengan pihak ketiga,” imbuh driver yang pernah dikalungi gelar Smart Driving Bus dari pabrikan Hino.
Bye…bye…Mitra!
The legend never die, he just fade away.
Many thanks atas jasa serta khidmatmu!
>>>
Kramat Djati Asri Sejati
B 7691 TGC
B17.03
Hino RN R285 with Air Suspension
New Setra Jetbus 2+ HDD – Karoseri Adi Putro
Surabaya – Jakarta via Pantura
Executive Class 2-2 / 28 Seat
Tarif : 275K
Kursi : 17
Start : RM Tegal Mulyo, Kragan @ 19.15
Finish : Ceger @ 09.15
>>>
“Bagi penumpang bus Kramat Djati, silahkan mengambil sendiri menu yang kami sediakan. Untuk menu standar senilai 15ribu, berupa nasi putih, sayur, telur (dadar) serta teh/es teh manis.
Jika menghendaki menu lain silahkan, kami akan mengenakan biaya tambahan,”
Demikian opening statement dari announcer RM Tegal Mulyo.
Coba-coba ah, menu standar aku imbuhi kering tempe yang menggoda itu. Aku ambil secara serakah sejumlah tiga genggam sendok lauk.
“Tambah 5ribu, Mas,” kata Mbak Kasir saat sajian swalayanku aku sodorkan di atas mejanya.
Jika ada yang bertanya,
“Kalau telur ditukar ayam goreng, ikan laut, daging empal, kepala manyung, atau mangut ikan pe, tambah berapa?”
Kapan-kapan aku praktikkan ah, siapa tahu pas membarengi unit terbaru Hino Euro 4 milik korporasi berlogo tiga embrio itu!