Sejarah Sarkawi


Lagi asyik baca-baca email yang lolos sensor di mailing list Bismania, timbul lagi tema lama, fenomena sarkawi. Jadi ingat, dulu ada member Bismania Community (BMC) pernah bertanya tentang asal muasal istilah sarkawi. Tepat rasanya, waktu acara “BMC for 41th Nusantara Anniversary”, Mas Andi Nusantara membagi kisah sejarah penamaan penumpang gelap yang dikenal dengan sebutan Sarkawi.  

Sejarah sarkawi dibidani oleh salah seorang kenek PO Pahala Kencana Kudus, yang bernama Sarkawi. Sebelumnya, penumpang tak resmi seringkali diistilahkan R-R-an atau penumpang gelap.  

Awal tahun 90-an adalah golden time-nya PO Pahala Kencana, saat mulai mengibarkan bendera di jalur Cepu-Kudus-Jakarta. Terlebih setelah redupnya PO Artha Jaya. Sebagai pendatang baru, tentu PO Pahala Kencana all out menggarap pasar penumpang. Selain menggelontorkan bis-bis dengan kelas eksekutif dengan service bintang lima, pihak manajemen juga bercita-cita menebarkan image bis yang aman dan nyaman dengan me-release kebijakan menghilangkan penumpang tak resmi, budaya kotor para kru sebelumnya.  

Punishment-nya pun tegas, ketahuan mengangkut penumpang gelap, kru kena skorsing, jatah nge-line pulang pergi (PP) dipangkas dan bakalan mengantongi surat peringatan. Untuk itulah, ditempatkanlah controller di beberapa titik di sepanjang pantura, untuk melakukan tugas inspeksi, mencocokkan jumlah penumpang dengan manifes surat jalan.  

Imbasnya, kebijakan ini tentu memberatkan para kru yang terbiasa berharap seseran dari penumpang tak resmi. Dan tentu saja, namanya aturan dibuat untuk dilanggar. Berbagai cara ditempuh kru, bagaimana bisa membawa penumpang tak resmi tapi luput dari pengawasan kantor. Terciptalah aksi kucing-kucingan yang terkadang membuat kita tertawa geli ketika mendengar testimoni seseorang yang pernah menjadi penumpang gelap. Sewaktu pemeriksaan, ada yang ngumpet di toilet, disuruh turun-jalan kaki-naik lagi setelah pos kontrol, disuruh tiduran dan ditutup selimut di area kandang macan (tempat istirahat kru) hingga metode yang paling ekstrim, disatukan dengan barang di ruang bagasi samping.  

Salah satu yang merasa dikecewakan kebijakan ini adalah Pak Sarkawi. Diputarlah akalnya, meski ada kebijakan yang “tidak manusiawi” baginya, tapi penghasilan tambahan harus tetap dapat diraih. Nekatlah dia. Sekali membawa lolos. Dua kali luput.  Dan seterusnya seterusnya hingga berkali-kali “titipannya” tak terendus sergapan petugas kontrol. Di kalangan para kru, Pak Sarkawi disanjung sebagai orang yang jago membawa penumpang gelap.

Tapi sayang, daya tarik magnet materi  terlalu kuat untuk memburamkan nurani. Pak Sarkawi kurang puas kalau hanya mengangkut segelintir penumpang. Alhasil, dia tersihir goda dunia dan lupa diri.  

Tak ada kejahatan yang sempurna. Pak Sarkawi akhirnya terkena batunya ketika dengan perjuangan heroik membawa penumpang tak resmi hingga berjumlah 17 orang. Bahkan ada guyonan, kalau aksinya patut dicatat oleh rekor MURI, sebagai kru bis dengan membawa penumpang tak resmi terbanyak sejauh ini. Bahkan dipastikan sebagai rekor abadi. Entah ditaruh di mana saja para klien-nya tersebut. Sehingga aksinya ke-gap oleh controller dan dilaporkan ke kantor.   

Pak Sarkawi pun dipanggil pengurus dan mendapatkan sangsi berat. Esoknya, di garasi Pahala Kencana Kudus dipampang  banner peringatan dari manajemen yang dialamatkan kepada para kru jalan, bertuliskan “JANGAN BERKELAKUAN SEPERTI SARKAWI!!!” 

Nah, semenjak itu nama Sarkawi terkenal di buku kamus pembicaraan antara kru bis, menggantikan istilah penumpang gelap.

 

Say No To Sarkawi…

7 thoughts on “Sejarah Sarkawi

  1. M. Faizi

    Kakek buyut saya bernama Muhammad Syarqawi. Banyak yang melafalkannya “Sarkawi”. Karena itu, saya tidak mau berkomentar, Mas Edhi 😦
    he, he, he,
    Tapi, informasi ini tetap sangat berharga nilainya 🙂

  2. didiksalambanu Penulis Tulisan

    Hehe..maaf kalau ada kesamaan nama lho, Mas Faizi…

    Arti sebenarnya dari “syarqawi” itu apa ya, Mas?

    Ternyata nama “sarkawi” bertuah Mas. Dunia bus Indonesia pun menjunjung tinggi nama “sarkawi’. Hehe…

  3. Miko

    Anda pantas sebagai wartawan Kompas, saya wartawan Balairung UGM th 1988-1989, sangat kagum dengan tulian anda.

  4. didiksalambanu Penulis Tulisan

    Haha…waduh, sanjungannya ngga kuku.

    Lho, satu almamater kita, Mas. Saya dulu ngangsu kawruh di UGM dari tahun 1996-2000.

    Salam kenal, Mas Miko.

Tinggalkan komentar