TanSu Kemayoran; Kudapan Tradisional di Kota Metropolitan


“Saya lagi off, Om Didik,” ujar Mas Torik Sj . “Kemarin jalan 7 PP, sekarang giliran libur,” lanjut driver AKAP yang kini berkhidmat kepada PO asal Cikedokan, Cibitung.

“Oke, Mas, pulang kerja saya ke Kemayoran ya,” tanggapku.

***

“Dulu namanya tanbok, ketan kobok. Karena kebanyakan orang makan memakai tangan. Jadi mereka akan cuci tangan dulu di kobokan yang disediakan,” tutur seorang pelayan kedai kecil di ujung Jalan Garuda, yang dulu dirintis oleh H. Sukrad, tahun 1958 silam.

Awalnya, pangsa pasarnya ditujukan bagi tukang becak, sopir angkot dan bus, bahkan para pilot yang pulang larut malam. Komoditas dagangannya ketan putih biasa dan aneka gorengan, semacam tempe, pisang, ubi dan singkong.

Sampai suatu ketika, salah seorang pelanggan memesan sepiring ketan putih, lalu dia juga meminta susu cair, dan selanjutnya langsung dituangkan di atasnya.

Ide itu yang akhirnya ‘immortal’ sebagai sebab musabab lahirnya ketan susu. Yang kemudian disingkat tansu.

Memang sih, dari beberapa kali aku mengudap di sini, ketannya memang juara. Hidangan dewa khas Betawi!

Jenisnya adalah beras ketan asli Subang, murni tanpa dicampur beras lain.

Usai matang ditanak, ketan yang mengepul panas disajikan dalam wadah anyaman bambu. Harum semerbak ketan menguar, menyesaki udara dan membangkitkan selera.

Teksturnya tidak terlalu lembek, tidak pula terlalu pera atau keras. Levelnya berada pada maqom pulen. Pasti ada proses pengaronan yang sempurna di belakangnya.

Selanjutnya dimahkotai taburan kelapa parut dan sebagai pungkasan dikucuri susu kental manis yang melumuri bulir-bulir ketan. Legit, kenyal, gurih dan manis saling bertubrukan dalam tiap gigitan.

Sebagai obat seret kerongkongan, disediakan minuman hangat mulai teh poci, kopi tubruk, kopi susu dan jeruk panas.

Bangunan warung legendaris yang sederhana, (maaf) reyot, berjubel, nyempil dan tersembunyi tidak menyurutkan antusiasme pengunjung untuk mengudap ketan susu di tempat.

“Mas, nama warungnya apa sih ini?” tanyaku lagi karena tak ada label spesifik sebagai identitas.

“Terserah apa kata yang beli, Mas,” tandas pelayan.

Memang sih, ketan susu adalah cemilan yang merakyat, egaliter, serta murmer, santapan pas buat menemani malam di ibukota.

Di sini, ceban wareg dan bahagia. Dijamin! 🤗

Singkatnya, ini kuliner tradisional di tengah kota metropolitan. Best street food in Jakarta, i think! 👍

Jika diselenggarakan polling dengan pertanyaan,

Apa yang paling ikonik melekat di ingatanmu tentang nama Kemayoran?

1. Bekas Bandara

2. Arena PRJ (Pekan Raya Jakarta)

3. Julukan Persija; Macan Kemayoran

4. Pul Damri

5. Jalan Benyamin Sueb

6. Mal Mega Glodok

7. Wisma Atlet

8. Kantor ticketing Garuda Indonesia

9. Monumen ondel-ondel

ataukah…

10. Ketan susu

Aku yakin, jika disodorkan ke komunitas ‘susah kenyang dikit-dikit lapar’, pilihan buncit lah yang jadi pertaruhan. 😁

***

“Om Didik, ini miniatur truk Hyundai-nya. Saya dapatkan pas gawe di sana,” terang Wong Ngapak itu. “Mestinya saya yang anter ke Priok, eh… malah Om Didik yang ngambil sendiri ke sini,” pungkasnya.

Sekali merengkuh miniatur, dua tiga porsi tansu terlampaui.

😀

Tinggalkan komentar